Kebijakan Fiskal Menurut Konsep Ekonomi Islam

Nama     :  Sadad Anugrah

Nim        :  108081000029

Judul      :  Kebijakan Fiskal Menurut Konsep Ekonomi Islam

Alamat   :  Jalan warung jati barat 1, kalibata

Jurusan  :  Manajemen

Fakultas :  Fakultas Ekonomi dan Bisnis

Email     :  sadadanugrah@gmail.com

 

A.Pengertian Kebijakan Fiskal

Kebijakan Fiskal dalam ekonomi konvensional dapat diartikan sebagai langkah pemerintah untuk
membuat perubahan-perubahan dalam system pajak atau dalam pembelanjaan. Dengan tujuan tercapainya kesejahteraan tanpa memandang kebutuhan spiritual manusia. Dalam fiskal ekonomi islam, kebijaksanaan fiskal merupakan salah satu perangkat untuk mencapai tujuan syariah yang di jelaskan oleh Imam Al-Ghazali, termasuk meningkatkan kesejahteraan dengan tetap menjaga keimanan, kehidupan, intelektualitas, kekayaan, dan kepemilikan. Jadi, bukan hanya untuk mencapai keberlangsungan (pembagian) ekonomi untuk masyarakat yang paling besar jumlahnya, tapi juga membantu meningkatkan spiritual dan menyebarkan pesan dan ajaran islam seluas mungkin.Beberapa hal penting dalam ekonomi islam yang berimplikasi bagi penentuan kebijakan fiskal adalah sebagai berikut:

a)      Mengabaikan keadaan ekonomi dalam ekonomi islam, pemerintah muslim harus menjamin bahwa zakat dikumpulkan dari orang-orang muslim yang memiliki harta melebihi nisab dan yang digunakan untuk maksud yang dikhususkan dalam kitab suci Al-Qur’an.

b)      Tingkat bunga tidak berperan dalam system ekonomi islam.

c)      Ketika semua pinjaman dalam islam adalah bebas bunga, pengeluaran pemerintah akan dibiayai dari pengumpulan pajak atau dari bagi hasil.

d)     Ekonomi islam diupayakan untuk membantu ekonomi masyarakat muslim terbelakang dan menyebarkan pesan-pesan ajaran islam.

e)      Negara islam adalah Negara yang sejahtera, kesejahteraan meliputi aspek material dan spiritual.

f)       Pada saat perang, islam berharap orang-orang itu memberikan tidak hanya kehidupannya, tapi juga hartanya untuk menjaga agama.

g)      Hak perpajakan dalam islam tidak tak terbatas.

B. Instrumen kebijakan Fiskal

Kebijakan fiskal adalah kebijakan yang diambil pemerintah untuk membelanjakan pendapatanya dalam merealisasikan tujuan-tujuan ekonomi. Dan kebijakan fiskal ini tersebut memiliki dua instrumen, pertama: kebijakan pendapatan, kedua: kebijakan belanja.

Kebijakan Pendapatan

a)      Kebijakan Fiskal Pada masa Nabi Muhammad SAW.

Rasulullah menanamkan prinsip saling membantu terhadap kebutuhan saudaranya selama memimpin di mekah. Setelah Rasulullah dimadinah, dalam waktu yang singkat Madinah mengalami pertumbuhan yang cepat. Dengan menerapkan prinsip-prinsip pemerintahan dan organisasi, membangun intitusi-intitusi, mengarahkan urusan luar negeri, membimbing para sahabatnya dalam memimpin dan pada akhirnya melepaskan jabatanya secara penuh.

Sebagai kepala Negara yang baru terbentuk, ada beberapa hal yang segera mendapat perhatian beliau, seperti (1) membangun masjid utama sebagai tempat untuk mengadakan forum bagi para pengikutnya; (2) merehabilitasi Muhajirin Mekkah di Madinah; (3) menciptakan kedamaian dalam Negara; (4) mengeluarkan hak dan kewajiban bagi warga negaranya; (5) membuat konstitusi Negara; (6) menyusun system pertahanan madinah; (7) meletakan dasar-dasar sistem keuangan Negara.

Bersamaan dengan persyariatan zakat, pemasukan lainpun mulai terlembagakan, mulai dari ghonimah perang Badar, kemudian perang-perang berikutnya. Pemasukan lainya yang dilembagakan adalah jizyah, dalam satu riwayat disebutkan terkumpul sebanyak dua ribu hullah.

Rasulullahpun mengkhususkan area untuk kemaslahatan umum, seperti tempat penggembalaan kuda-kuda perang, bahkan mementukan beberapa orang petugas untuk menjaga harta kekayaan negara seperti kekayaan hasil bumi khaibar yang dipercayakan kepada Abdullah bin Rawahah, sedangkan tugas penjagaan baitul maal dan pendistribusiaanya di amanahkan kepada Abi Rafi’ dan bilal, sementara ternak pembayaran zakat diamanahkan kepada salah seorang dari Bani Giffar. Ada empat langkah yang dilakukan Nabi SAW:

  1. Peningkatan pendapatan rasional dan tingkat partisipasi kerja . Rasulullah melakukan kebijakan mempersaudarakan kaum Muhajirin dan Anshar. Yang menyebabkan terjadinya distribusi pendapatan dari kaum Anshar ke Muhajirin yang berimplikasi pada peningkatan permintaan total di Madinah.
  2. Kebijakan Pajak. Penerapan kebijakan pajak yang dilakukan Rasulullah saw, seperti kharaj, khums, dan zakat, menyebabkan terciptanya kestabilan harga dan mengurangi tingkat inflasi.
  3. Anggaran. Pengaturan APBN yang dilakukan Rasulullah saw secara cermat, efektif dan efisien, menyebabkan jarang terjadinya defisit anggaran meskipun sering terjadi peperangan.
  4. Kebijakan Fiskal Khusus. Rasulullah saw menerapkan beberapa kebijakan fiscal secara khusus untuk pengeluaran negara, yaitu: meminta bantuan kaum muslimin secara sukarela untuk memenuhi kebutuhan pasukan muslimin; meminjam peralatan dari kaum non-Muslim secara cuma-cuma dengan jaminan pengembalian dan ganti rugi bila terjadi kerusakan; meminjan uang dari orang-orang tertentu untuk diberikan kepada para muallaf; serta menerapkan kebijakan insentif untuk menjaga pengeluaran dan meningkatkan partisipasi kerja dan produksi kaum muslimin.

 b)      Kebijakan Fiskal Pada masa Khulafaur Rasyidin

Seiring dengan perluasan kekusaan pemerintahan islam, maka pemasukan Ghonimah, fai’, dan pemasukan lainnya semakin meningkat. Kemudian penetapan pos pemasukan “kharaj” terhadap tanah Iraq dengan bersandar pada apa yang dilakukan oleh Rasulullah SAW terhadap Khaibar, dan atas keputusan ijma sahabat. Hal tersebut terjadi pada masa pemerintahan umar bin khatab. Untuk pertama kalinya pemasukan zakat ditransfer ke pemerintahan pusat, hal tersebut terjadi ketika Muadz Bin Jabal mengirim sepertiga hasil zakat dearah Yaman ke Madinah dan Umar menolaknya. Ditahun berikutnya Muadz mengirim setengah hasil zakat Yaman. Dan kembali Umar menolaknya sehingga pada tahun berikutnya Muadz mengirim seluruh hasil zakat dan berkata kepada Umar, bahwa di Yaman sudah tidak ada lagi Mustahiq zakat, kemudian Umarpun menerima hal tersebut dan selanjutnya Umar mensuplai hasil surplus zakat suatu dearah ke daerah yang mengalami defisit. Sumber lainnya yang ditetapkan pada zaman Umar adalah ”al usyur” dari perdagangan import yang di kelola oleh kaum kafir Harbi (orang non- Muslim yang tinggal di negara yang memerangi Islam).

Kebijakan Belanja Pemerintah

Kaidah-kaidah umumyang didasarkan dari Al-Quran dan Assunnah dalam memandu kebijakan belanja pemerintah. Kaidah-kaidah tersebut, antara lain sebagai berikut:

  1. Timbangan kebijakan pengeluaran atau belanja pemerintah harus senantiasa mengikuti kaidah maslahah.
  2. Menghindari Masyaqqah kesulitan dan madhorot harus didahulukan ketimbang melakukan pembenahan.
  3. Madhorot individu dapat dijadikan alasan demi menghindari madhorot dalam skala umum.
  4. Pengorbanan individu dapat dikorbankan demi menghindarkan kerugian dan
    pengorbanan dalam skala umum
  5. Kaidah”Algiurmu bil gunmi” yaitu kaidah yang menyatakan bahwa yang mendapatkan manfaat harus siapmenanggung beban.
  6. Kaidah”ma la yatimmu Al waajibu illa bihifahua wajib” yaitu kaidah yang menyatakan bahwa “sesuatu halyang wajib ditegakan, tanpa ditunjang oleh faktor penunjang lainnya tidak dapat dibangun,maka mrninggalkan faktor penunjang tersebut menjadi wajib hukumnya.

Dan adapun tujuan pembelanjaan pemerintah dalam islam adalah sebagai berikut:

  1. Pengeluaran demi memenuhi kebutuhan hajat masyarakat.
  2. Pengeluaran sebagai alat Redistribusi kekayaan.
  3. Pengeluaran yang mengarah pada semakin bertambahnya permintaan efektif.
  4. Pengeluaran yang berkaitan dengan investasi dan produksi.
  5. Pengeluaran yang bertujuan menekan tingkat inflasi dengan kebijakan intervensi
    pasar.

Kebijakan belanja umum Pemerintah dalam sistem ekonomi Syariah dapat dibagi menjadi tiga bagian sebagai berikut:

  1. Belanja kebutuhan Operasional Pemerintah yang rutin
  2. Belanja umum yang dapat dilakukan pemerintah apabila sumber dananya tersedia.
  3. Belanja umum yang berkaitan dengan proyek yang disepakati olrh masyarakat berikut sistem pendanaannya.

Secara lebih rinci Pembalanjaan Negara harus didasarkan pada hal-hal berikut ini:

  1. Kebijakan belanja rutin harus sesuai dengan asas maslahat umum, tidak boleh dikaitkan dengan kemaslahatan seseorang atau kelompok masyarakat tertentu, apalagi kemaslahatan pejabat pemerintah.
  2. Kaidah atau prinsip efisiensi dalam belanja rutin, yaitu mendapatkan sebanyak mungkin manfaat dengan biaya yang semurah-murahnya, dengan sendirinya jauh dai sifat mubazir dan kikir disamping alokasinya pada sektor-sektor yang tidak bertentangan dengan syariah.
  3. Kaidah yang tidak berpihak pada kelompok kaya dalam pembelanjaan, walaupun dibolehkan berpihak pada kelompok miskin.
  4. Kaidah atau prinsip komitmen dengan aturan syariah, maka alokasi belanja Negara hanya boleh pada hal-hal yang mubah, dan menjauhi yang haram.
  5. Kaidah atau prinsip komitmen dengan skala prioritas syariah, dimulai dari yang wajib, sunnah dan mubah, atau dhoruroh, hajiyyat dan kamaliyyah.

Pentingnya kebijakan fiskal dengan perangkat-perangkatnya untuk perpajakan,pengeluaran, defisit anggaran, penciptaan uang dan utang publik.

Sumber Penerimaan Negara

Zakat

Zakat adalah pajak (pembayaran) bercorak khusus yang dipungut dari harta bersih seseorang, yang dikumpulkan oleh negara dan digunakan untuk tujuan-tujuan khusus. Zakat dikenakan terhadap semua jenis harta termasuk juga tabngan-tabungan yang senantiasa bertambah setiap tahun yang (jika dihitung sejak awal tahun melebihi batas minimum yang wajjib dizakati (nishab). Zakat seperti tulis dalamsurat at-taubah ayat 103 bahwa setiap muslim yang mempunyai harta benda yang telah mempunyai nisab wajib membersihkan harta bendfanya dengan memberikan sebagian hartanya kepada orang yang berhak. Zakat secara limistik memiliki makna ganda yaitu pertumbuhan dan pembersihan (al syaukani, dalam Saud, 1981).

Zakat memperbaiki pola konsumsi, produksi, dan distribusi dalam masyarakat islam. Dan zakat merupakan alat bantu sosial mandiri yang jadi kewajiban moral bagi orang kaya untuk membantu mereka yang miskin dan terabaikan, sehingga kemelaratan dan kemiskinan dapat terhapuskan dari masyarakat muslim. Untuk tujuan ini zakat dapat digunakan untuk membiayai, anatara lain untuk berproduktif, pemberian bantuan modal. Zakat merupakan sumber penerimaan negara terbesar pada awal sejarah islam. Oleh karena itu, tidak heran jika kemudian berkembang pendapat yang mengatakan bahwa dalam masa modern ini zakat dapat dijadikan tulang punggung ekonomi islam.

Kharaj

Kharaj disebut dengan pajak bumi adalah jenis pajak yang dikenakan pada tanah. Dalam pelaksanaannya kharaj dibedakan menjadi dua, yaitu kharaj proposional artinya dikenakan sebagi bagian total dari hasil produksi pertanian, tergantung pada hasil dan harga setiap jenis hasil pertanian, kedua secara tetap artinya harga tetap atas tanah dan dikenakan setahun sekali.

Ghonimah (harta rampasan perang)

Ghonimah merupakan jenis barang bergerak yang bisa dipindahkan, diperoleh dalam peperangan melawan musuh.

Jizyah

Jizyah adalah pajak yang dikenakan pada kalangan non-muslim sebagai jaminan yang diberikakn suatu negara islam pada mereka untuk melindungi kehidupannya. Negara islam akan menjamin keamanan pribadi dan hak milik mereka sebagai gantinya orang non-muslim diwajibkan dengan menggantikan pembayaran jizyah. Dan hasil pengumpulan dana dari jizyah digunakan untuk membiayai kesejahteraan umum.

Fai’

Bagi orang yang tidak beriman dan mereka takluk melalui peperangan maka pasukan akan medapatkan harta rampasan yang disebut dengan fai’. Fai’ merupakan penerimaan bagi negara islam dan sumber pembiayaan negara. Dalam firman-Nya (Q.S. Al Hasr ayat 6-7) yang artinya: Dan apa saja harta rampasan (fai’) yang diberikan oleh Allah kepada Rasul-Nya (dari harta benda mereka) maka untuk mendapat itu kamu tidak mengarahkan seekor kudapun dan (tidak pula) seekor untapun tetapi Allah yang memberikan kekuasaan kepada rasul-Nya terhadap siapa saja yang dikehendaki-Nya dan Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu. Apa saja berasal dari penduduk kota-kota, maka adalah untuk Allah, Rasul, kerabat Rasul, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang dalam perjalanan, supaya harta itu jangan hanya beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kamu

Dari dua ayat tesebut jelas, bahwa penggunaan fai’ diatur oleh Rasulullah SAW, sebagai harta negara dan dikeluarkan untuk memenuhi kebutuhan pangan masyarakat umum, seperi fungsi kelima dadri penggunaan ghonimah.

Pajak atas Pertambangan dan Harta Karun

Pertambangan merupakan suatu cabang tersendiri dari pengetahuan manusia, baru akhir-akhir ini berkembang. Demikian juga pertumbuhan jenis usaha gabungan perusahaan yang memonopoli harga dan produksi, dan perusahaan berdasarkan saham. Karena itu eksploitasi tambang menjadi suatu usaha yang sangat menguntungkan. Bila setiap individu diperkenankan menikmati manfaatnya, pastilah ini akan mengakibatkan hadirnya pengisapan masyarakat oleh segelintir orang. Karena hal ini bertentangan dengan jiwa hukum Al-Qur’an, maka sistem modern nasionalisasi pertambangan dan harta terpendam dibenarkan, asal saja perolehan dari tambang tersebut dipergunakan untuk kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan. Hal ini sesuai dengan hadist berikut: “diriwayatkan oleh Abyad Ma’aribi bahwa ia mengunjungi Nabi dan meminta izin mengusahakan danau garam di Ma’arib. Nabi mengabulkan permintaan itu tetapi ketika itu seorang yang hadir menyadarkan Nabi bahwa yang diberikan Nabi adalah telaga yang mengandung deposit garam yang berharga. Mengetahui duduk persoalannya, Nabi membatalkan pemberian izin kepada Abyad.” (Mannan, 1997)

Bea Cukai dan Pungutan Menurut Mannan

Pengertian bea cukai dan pungutan mempunyai bentuk yang praktis selama pemerintah Khalifah ‘Umar yang mengangkat para Ashir dan memerintah mereka memungutnya dari para pedagang Muslim, Dhimmi dan Harbi suatu negara tetangga non-Muslim sampai sejumlah yang dipungut oleh negara tersebut. Perbedaan antara tingkat bea cukai dan pungutan yang ditarik dari kaum Muslimin dan yang ditarik dari kaum Dhimmi adalah karena pada kenyataannya mereka lebih banyak membutuhkan perlindungan dari para perampok daripada kaum Muslimin. Berbeda dengan kaum Muslimin yang harus membayar zakat dari barang dagangan mereka baik melalui ataupun tidak melalui seorang Ashir, kaum Dhimmi hanya dikenakan pungutan lima persen, sejauh mereka berada dibawah yurisdiksi seorang Ashir bila mereka melakukan perjalanan untuk dagang.

Para pedagang Harbi tunduk pada peraturan pajak yang berlaku di negara islam, karena golongan Harbi memperoleh perlindungan Negara islam selama mereka berdiam disana. Tetapi menganai tarif pajak, prinsip timbal balik hanya berlaku dalam arti yang terbatas. Karena walaupun golongan Harbi memungut pajak dari keseluruhan dari harta benda para pedagang Muslim, namun Ashir tidak memungut keseluruhan dari harta benda golongan Harbi.

 Pengeluaran Negara

Kegiatan yang menambah pengeluaran negara mempunyai dampak tertentu padakehidupan sosio-ekonomi masyarakat. Berbeda dengan kitab-kitab agama lain, Kitab suci Al-Qur’an telah menetapkan perintah-perintah yang sangat tepat mengenai kebijakan negara tentang pengeluaran pendapatan negara. Zakat (yaitu pajak yang diberikan kaum Muslimin) dimaksudkan untuk kaum miskin (Fukara) Muslimin, untuk merebut hati mereka, membebaskan budak dan tawanan perang, membantu mereka yang terjerat utang, mereka yang dijalan Allah dan Allah Maha Mengetahui. Seperti tercantum dalam Al-Qur’an:

“Sesungguhnya zakat itu hanyalah untuk kaum kafir, kaum miskin, para pengurus zakat, para mu’alaf yang dibujuk hatinya, untuk memerdekan budak, mereka yang berutang, untuk jalan Allah, dan mereka yang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.” (Q.S. At Taubah, 9:60)

Kepentingan pertama diarahkan pada biaya pertahanan negara dan menjaga perdamaian negara. Kemudian kepentingan kedua dikeluarkan untuk pokok pengeluaran lain, menurut Ibn Taimiyah, dijelaskan sebagai beriukut:

a)      Pengeluaran untuk para gubernur, menteri dan pejabat pemerintah lain tak dapat dielakkan oleh  pemerintah manapun, harus dibiayai dari anggaran penerimaan fai’.

b)      Memelihara keadilan.

c)      Biaya pendidikan warga negara, baik siswa maupun gurunya.

d)     Utilitas umum, infrastruktur dan guugus tugas ekonomi, harus ditanggung negara.

 Utang Negara

Utang negara berasal dari utang dalam negeri maupun luar negeri. Kenyataannya bahwa dalam islam semua pinjaman harus dilakukan dengan menggunakan pendekatan bebas-bunga. Pinjaman dapat diperoleh dengan cara langsung dari publik atau secara tidak langsung dalalm bentuk pinjaman yang diperoleh dari bank sentral. Pinjaman dari bank sentral merupakan suatu bentuk pinjaman yang dilakukan karena menggambarkan buruknya situasi harga pada umumnya. Dengan demikian, pinjaman ini dilakukan untuk menstabilkan harga. Pinjaman dari negra lain yang menggunakan sistem bebas-bunga pada umumnya susah untuk didapatkan. Oleh karenanya, tugas negara-negara kaya yang sepaham untuk membantu kepada negara-negara miskin.

Categories: Uncategorized | Tinggalkan komentar

Navigasi pos

Tinggalkan komentar

Blog di WordPress.com.